Dahsyatkan Dirimu dengan Menulis

6 Juni 2009

Hanya Lelaki Biasa

Filed under: Cerita Hati — Joni Lis Efendi @ 04:33

pulang-senja

Pagi tadi aku melihat wajahku di balik cermin, berkaca. Tanpa ada maksud utk melihat lebih dalam wajah sendiri, hanya ingin memastikan rambut tdk acak-acakan, kantung mata tdk sembab dan menghadiahkan seulas senyum utk diri sendiri.

Tapi pagi ini sungguh lain. Wajah yg berhari-hari, bertahun2 selalu aku saksikan itu memalingkan muka. Apa gerangan. Aku heran.

“Aku sduah muak melihatmu, lelaki biasa!” sindirnya, wajahku di dalam cermin.
“Kenapa? Ada yang salah denganku?”
“Banyak sekali, tidk terhitung. Mungkin karena kamu lelaki biasa sehingga selalu salah.”
“Ya, aku akui kamu benar. Lantas apa?”
“Kenapa kamu membiarkan perempuan itu lepas dari tangamu. Bukankah kau menyimpan hati untuknya?”

Mukaku mulai tegang.Surut dalam langkah lama yg seharus telah hilang dalam hitungan waktu yg berlalu. Tapi kini kembali berdiri sombong menantang kelemahanku.

“Aku hanya lelaki biasa,” belaku.
“Karena itulah kamu melepaskannya, bukan?!” tatapnya sinis.
“Dia perempuan luar biasa, yang berhak utk mendapatkan lelaki yang juga luar biasa.” AKu kalah.
Dia tersenyum sinis.
“Lelaki biasa yg hanya berharap ada perempuan biasa yang menerima cintanya, romantis yang cengeng…” sindrnya lagi.

“AKu hanya inginkan perempuan biasa. Perempuan yang bersedia untuk memberikan satu cintanya kepadaku, sebagai pendamping hidupnya. BUkankah itu sudah jauh lebih cukup bagiku,” aku coba melepaskan diri dari tatapan matanya.

“Benar dugaanku, kamu hanya lelaki biasa yg selamanya tdk bisa menjadi luar biasa.”
“Itu pilihan hidupku.”
“Perempuan biasa seperti apa yang kamu inginkan.”
“Aku tidak mensyaratkan yg lain. Hanya itu saja, dia berani utk menerima cintaku apa adanya. Itu sudah sangat cukup menutupi semuanya.
“Aku tdk ingin mematok syarat yg lain, yg selama ini selalu menjadi patokanku utk memilih seorang calon pendaping hidup. Aku kuatir semakin byk kriterianya, maka itu hanya sanggup dipenuhi oleh perempuan yang luar biasa. Padahal aku, seperti yang kamu dugakan hanyalah lelaki biasa yg tdk pernah sanggup menjadi lelaki luar biasa.”

“Hanya satu syrat itu saja?” tatapnya heran.
Aku menghembuskan nafas, berharap dia tdk menatap lebih dalam mataku, mata yg selalu menyisakan sebuah senyum untuk seorang perempuan biasa. Di manakah ia kini?

Blog di WordPress.com.